Cerita Misteri Museum Fatahilah Jakarta
Jakarta: MISTERI sedikit menyeramkan, tapi membuat penasaran. Begitu menginjakkan kaki di alun-alun Museum Fatahillah,
Ruang Bawah Tanah
Begitu memasuki Museum Fatahillah atau lebih dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta, IRNews masih merasakan ngeri. Apalagi, ketika menjejakkan kaki di bawah gedung ini lebih dari 300 tahun ini, terdapat ruang bawah tanah yang disebut penjara bawah tanah. Ya, ruangan itu berbentuk setengah lingkaran, pengap, gelap dan agak berbau anyir. Temboknya beton dan terdapat jendela kecil dari jeruji besi, bahkan terdapat puluhan bola besi menyerupai meriam yang beratnya diperkirakan sekitar ratusan kilogram.
Museum Fatahillah atau kini dikenal dengan Museum Sejarah Jakarta masih menyimpan misteri. Terletak dibawah gedung yang didirikan 300 tahun ini, terdapat ruang bawah tanah yang disebut penjara bawah tanah (subterranean Prison Cells). Disebutkan dalam buku Out Batavia, karya Dr.F.de. Haan, ruang dikenal sebagai lubang gelap- bahasa Belandanya ” Donker Gat”.
Ruang itu berbentuk setengah lingkaran, pengap, gelap danagak berbau anyir. Temboknya beton dan terdapat jendela kecil dari jeruji. Didalam ruangan terdapat puluhan bola besi menyerupai meriam yang beratnya diperkirakan sekitar ratusan kilo. Bola-bola besi itu diikatkan pada kaki para tahanan VOC supaya tidak melarikan diri. Para tahanan itu disekap pada ruangan sempit dan gelap.
Ternyata tak hanya perampok, maling, garong, yang menghuni penjara sadis itu. Tetapi juga mantan gubernur jendral Belanda di Ceylon, Srilanka, Petrus Vuyst, pernah juga singgah di Donker Gat. Bukan karena berkhianat, tetapi karena mengidap penyakit gila. ( tropenwaanzin)
Lebih kejam lagi, saat Gubernur Jendral Valkenier berkuasa, ia pernah memerintahkan pembantaian terhadap masyarakat Cina pada tahun 1740. Sekitar 500 orang Cina disekap dan dibunuh. Dr. de. Haan menistilahkan “Afgeslacht” disembelih didepan alun-alun Museum Sejarah Jakarta.
Lonceng kematian
Di lantai dua, tepatnya di areal ruang sidang. Di sisi sayap barat, terdapat tangga melingkar menuju lantai atas, tempat lonceng kematian dibunyikan. Sayangnya tangga itu kini terkunci rapat, sehingga tangga itu terlihat kusam dan menyeramkan. Konon, pelaksanaan hukuman sangat ketat dan biasanya dilakukan malam hari. Lonceng pertama berbunyi, artinya terhukum dibawa ke ruang pengadilan. Lonceng ke dua berbunyi, terhukum dinaikkan di atas podium dan lonceng ke tiga dibunyikan sebagai tanda para hakim dan pejabat lainnya menyaksikan eksekusi di depan jendela berjeruji. Setelah semuanya siap, eksekusi dilaksanakan.
Berganti Wajah
Namun, IRNews yang berlama-lama untuk menyesakkan diri pada kisah yang menyisakan pilu itu. Meski masih menyisakan kisah ngeri, ruang-ruang di Museum Sejarah Jakarta disulap menjadi ruang display sejarah Jakarta.
Ruang-ruang yang berada pada lantai satu di bagian sayap timur dan sayap barat, menjadi ruang pamer sejarah Jakarta.
Dari sayap barat, Anda terperanjat dengan Jakarta masa kini, yang kian terlihat lebih kumuh dan padat dengan jejalan penduduk. Lalu, di ruang berikutnya, terdapat replika peninggalan masa Tarumanegara yang ditemukan di Jakarta. Selanjutnya, ada ruang Padjajaran yang berisikan prasasti dan gerabah. Kemudian, ruang Portugis terdapat benda-benda peninggalan zaman VOC. Lalu, di ruang Betawi, ada rupa-rupa budaya, seperti ondel-ondel, pakaian hingga alat musiknya.
Melihat Kantor Pengadilan Masa Lampau
Beralih ke lantai dua yang dulunya adalah kantor pengadilan dan lebih diperuntukkan untuk ruang kerja Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Sir Thomas Stamford Bingley Raffles dan Herman Willem Daendels. Pada bagian sayap barat maupun timur, terdapat pelbagai koleksi kerajinan kayu jati nan indah, seperti meja dan kursi sidang, kristal, dan sebagainya dari abad 15 hingga abad 17. [ars-2]
Museum Sejarah Jakarta
Jl. Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat
Tel. (021) 692-9101, 690-1483
Fax. (021) 690-2387
0 komentar:
Posting Komentar