KISAH AWAL LOKSADO
Dahulu Jaman Kerajaan Banjar ada beberapa Datu, yang tinggal daerah tarbalimbing, mereka adalah sekumpulan orang orang sangat disegani dan sakti di daerah tersebut dan pada jaman Raja-Raja saat itu mereka sering melakukan Perampokan. Karena kesaktiannya tidak ada yang bisa menangkap para Datu tersebut, akhirnya Raja Banjar berumanat siapa yang bisa mengalahkan Datu tersebut di beri hadiah, dan konon di daerah tersebut ada yang bernama Datu Kilat yang menyanggupinya bisa mengalahkan mereka, akhirnya terjadilah perkelahian Datu Kilat dengan Datu Maangat, Datu Mabamban dan Datu mambulu, akhirnya Para Datu tersebut dapat dikalahkan oleh datu Kilat, pada saat ditangkap dan diikat, tidak ada satu senjata, mandau yang melukai kulit Datu Maangat, Datu Mabamban dan Datu mambulu, akhirnya datu mambulu mengatakan bahwa mereka hanya bisa dibunuh dengan pisau yang dibawanya namun sebelum meninggal datu tersebut bersumpah bahwa "samuga sidin nini bahatara mandangarakan sumpahku anak cucuku dada ada nu jadi parampuk harus barada di pamarintahan amun ada nang jadi parampuk jadi paramuk sasakali" dan memang sulit dipercaya tapi sumpah tersebut sampai sekarang masih berlaku . Anak Datu Malamun beliau mengetahui orang tuanya mati melarikan diri kedaerah Sampanahan yg sekarang menjadi wilayah kab.Banjar dan beliau bertapa disana, dan entah kenapa akhir dari pertapaannya lalu beliau dipanggil oleh Raja pada saat itu dan diangkat menjadi Tumenggung kepala adat di daerah pegunungan Meratus, lalu beliau Datu Malamun berangkat ke pahuluan sungai hamandit yakni Haratai yang sekarang terkenal dengan objek wisata air terjunnya. lalu beliau memiliki 5 (lima) orang putra yang bernama Datu Raya, Datu Tuuk, Datu Bungsu dan 2 saudara lainnya yang tidk diketahui keberadaannya lalu merekalah yang membentuk "balai" bernama" TARLIANG" dan pada saat itu temenggungya adalah Temenggung Malamun.
Pada waktu itu "Balai tarliang" menjadi pusat adat yang terkenal di hulu sungai Hamandit dikarenakan beliau yang menjadi tumenggung yang disegani oleh masyarakat adat waktu itu, sampai terdengar kemakmurannya ke kerajaan banjar, lalu pada saat itu Raja memerintahkan Laskar untuk meminta Upeti kepada masyarakat "balai" yang mendiami "TARLIANG" mendengar kabar tersebut masyarakat berbondong-bondong menyimpan hartanya yang menurut cerita mulut ke mulut emas sepanjang sumpitan banyaknya, sumpit senjata khas dayak, piring melawin sepanjang ukuran manusia dewasa tingginya, gong dan sebagainya harta benda disimpan di tempat tersembunyi bernama "Liang Bandu" yang sampai sekarang masih diperdebatkan oleh masyarakat setempat keberadaannya.Pada saat itu Laskar akhirnya sampai ke "balai Tarliang" namun tidak memperoleh apapun, akhirnya mereka kembali pulang ke kerajaan Banjar.
Pada suatu waktu ada acara "aruh" yaitu pesta adat Dayak bersyukur atas hasil panennya yang melimpah, saat itu diramaikan dengan acara adat "Babansai" yakni menari yang diiringi musik Gendang, Sarunai, pada kala itu ada seorang wanita yang baru 3(tiga) hari melahirkan, saking mendengar indahnya suara Serunai yang dimainkan orang dari Sampanahan yang sekarang termasuk Kab.Banjar, akhirnya dia ikut menari dengan semangat, pada saat itu Datu ayah dari sidin Pangirak suaminya yang dikenal sangat berani pada saat itu marah, karena melihat istrinya menari tanpa ingat waktu, lalu memukul mulut pemain serunai tersebut sampai berdarah... akhirnya orang tersebut karena kalah lalu pulang ke daerah asalnya, karena sebuah dendam , lalu di taruhlah oleh orang tersebut yang bernama minyak "sampun" yakni minyak yang memiliki magis sangat kuat untuk membunuh setiap orang yang berada dikawasan yang ditaruh minyak tersebut, setelah di taruh minyak. Konon pada saat ditaruh minyak tersebut setiap sore menjelang malam di balai tersebut ada yang mati seketika menurut cerita hampir setengah orang yang ditinggal di balai tersebut mati, untuk itu kepala adat mengambil langkah musyawarah adat dan minta petunjuk ke nini batahara yakni kepercayaan orang dayak saat itu ada kekuatan dasyat diluar dirinya yang memberikan sebuah petunjuk, perlu diketahui kepercayaan yang dianut masyarakat dayak tersebut adalah kaharingan hanya satu cara mengatasinya yaitu harus meninggalkan tempat tersebut dan mencari tempat baru untuk membangun balai, tapi ada sebagian masyarakat lain pergi membuat balai lainnya, seperti balai kacang parang, batang tarang dan sebagainya adapun tetua adat Datu Marimpin dan anak-anaknya' yang bernama Sidin Butan yang dikenal Tumenggung Mardiah membangun Balai yang bernama " Palupuh " dan beliau Tumenggung Mardiah yang ikut dalam perjuangan kemerdekan mengalami dua kali dihukum jaman penjajahan belanda dan jaman penjajahan jepang beliau adalah kepala adat yang dekat dengan pemerintahan banjar pada saat itu, kepandaian beliau selaku ketua adat adalah pandai berdiplomasi dan sampai sampai ada orang belanda yang mau membawa ke neterland namun beliau menolak dengan alasan tidak bisa membaca, beliau selain kepala adat adalah pejuang, beliau memiliki 4 (empat) anak laki laki bernama, sidin Dumas, sidin Imin, sidin Ancir, sidin Induk yang cikal bakal mendiami daerah bernama " pantai harapan".
0 komentar:
Posting Komentar