Rabu, 08 Oktober 2014

Mitos Setan Budeg Dalam Kecelakaan Kereta Api Bintaro

Tabrakan Kereta Api di Bintaro, Senin (9/12) memunculkan berbagai mitos di masyarakat sekitarTabrakan Kereta Api di Bintaro, Senin (9/12) memunculkan berbagai mitos di masyarakat sekitarFoto: Sayangi.com/Chapunk
Jakarta, Sayangi.com - Peristiwa kecelakaan kereta api antara KRL Serpong  - Tanah Abang dengan truk tanki BBM di perlintasan rel KA di kawasan Bintaro yang terjadi pada Senin (09/12) pagi kemarin menyisakan wacana di masyarakat dalam berbagai aspek. Tak hanya perihal human error atau kelalaian manusia, ataupun tanggung jawab pemerintah terkait pengadaan fasilitas keamanan di jalur kereta api, perihal urban legend atau cerita misteri pun ikut merebak.
Pernah mendengar kisah mengerikan Tragedi Bintaro 1987? Dimana dua buah kereta api bertabrakan ala ‘adu banteng’ menggelegar di daerah Pondok Betung, Bintaro, Tangerang pada Senin pagi, 19 Oktober 1987 silam. 156 jiwa melayang seketika, pun ratusan orang lainnya luka berat. Kecelakaan terdahsyat di Bintaro itu menjadi yang terpahit dan terburuk dalam sejarah per-keretaapian Indonesia. Bahkan sebelumnya, di Desa Ratujaya Depok pada 20 September 1968, pun terjadi hal yang sama, yang menewaskan 116 orang tewas.
Terjadinya kecelakaan ‘Tragedi Bintaro 2’ Senin kemarin membuat masyarakat kembali mengingat tragedi 27 tahun lalu, yang lokasi kejadiannya tak jauh dari lokasi ‘Tragedi Bintaro’ 1987 silam. Cerita mistis hingga mitos-mitos gaib pun kembali merebak. Masyarakat percaya bahwa sejumlah kecelakaan yang memakan korban nyawa menyebabkan munculnya arwah gentayangan. Yang menjadi ketakutan warga bila arwah tersebut mengganggu para pengguna jalan sehingga dapat mengurangi konsentrasi pengemudi dan berpotensi menimbulkan kecelakaan baru.
Tak jarang, penduduk setempat masih melihat para korban yang telah mati berkeliaran mencari potongan tubuhnya. Tak hanya soal si glundung pringis, hantu kepala manusia yang konon sering terlihat menggelinding sendiri dikawasan yang terkenal angker itu, mitos setan budeg, setan keder pun jadi pembicaraan hangat. Penduduk meyakini, setan budek atau setan keder hingga si glundung pringis itu hendak mengajak orang lain untuk mengikuti jejak meraka.
Istilah "setan budeg" atau "setan keder"muncul dari warga setempat, untuk menyebut lokasi perlintasan kereta api yang sering memakan korban. Karena konon, si korban seolah tak menghiraukan kereta yang bakal lewat dalam hitungan detik. Ia tetap melangkah (atau menjalankan kendaraannya), kendati sudah diperingatkan klakson lokomotif yang bersuara keras itu, atau orang-orang sekitar tempat kejadian.
Korbannya pun sudah banyak. Mulai orang yang melintas tertabrak atau terserempet kereta api, kendaraan pribadi yang melintas dan kendaraannya mati hingga akhirnya tertabrak kereta, hingga kelalaian pihak kereta api yang menyebabkan tabrakan antar kereta.
Sesumbar, Tragedi Bintaro 1987 lalu itu terjadi akibat kelalaian sang masinis yang ditengarai oleh pengaruh buruk setan budek dan setan keder. Pasalnya, salah satu masinis KA yang terlibat dalam kecelakan hebat itu (KA 225) tidak dapat memastikan apakah peluit Juru Langsir yang dibunyikan kala itu adalah bunyi semboyan 46 (kereta harus langsir) atau semboyan 40 (tanda ketika petugas peron memberi sinyal hijau kepada kondektur KA, artinya jalur telah aman untuk dilalui).
Karena kondisi kereta yang penuh sesak, masinis pun menanyakan kepada penumpang yang berdiri di luar lokomotif kala itu, dan orang tersebut menjawab jika sudah waktunya kereta berangkat yaituSemboyan 40 tanpa memastikan kembali. Maka masinis membalas membunyikan Semboyan 41(tanda yang dibunyikan oleh masinis dan kondektur sebagai respon atas dimengertinya semboyan 40 yang telah diisyaratkan oleh Kepala Stasiun), disusul kemudian dibunyikannya semboyan 35 (masinis membuyikan klakson sebagai tanda kereta akan berangkat).
Padahal sang Masinis tidak tahu jika semboyan 40 belum diberikan oleh Kepala PPKA, yang diberikan hanyalah Semboyan 46 dan sang masinis KA 225 langsung memberangkatkan kereta, hanya karena jawaban seseorang yang mengatakan jika kereta telah siap untuk berangkat. Inilah kesalahan fatal yang membuat kedua kereta itu berada dalam satu jalur rel kereta api.
Jika mengenai matinya mesin mobil ditengah lintasan kereta api bisa dijelaskan secara ilmiah. Begitu pula dengan berkurangnya pendengaran. Penyebab terjadinya mesin mobil mati tiba-tiba atau sulit dihidupkan kembali disinyalir akibat gesekan elektromagnetik yang terjadi antar jalur rel.
Fisikawan Johannes Surya punya jawaban lain terkait si setan budek yang sering membuat pendengaran tertutup. Menurutnya berdasarkan teori fisika, ketika KA melintas maka tekanan udara di sisi KA atau di depan kendaraan yang berhenti menunggu KA lewat akan mengecil. Sebaliknya, tekanan udara di belakang kendaraan itu membesar, yang mendorong orang ke depan.
Setan budek ataupun setan keder ini hanyalah mitos yang timbul dari anggapan-anggapan masyarakat sekitar. Bukan untuk diyakini, karena jika Tuhan sudah menghendaki terjadi, segalanya yang tak mungkin pun bisa terjadi. Menyikapi hal ini, ada baiknya kita sebagai manusia untuk menerapkan disiplin dan kewaspadaan yang lebih tinggi. 
sumber:http://www.sayangi.com/gayahidup1/komunitas/read/12955/mitos-setan-budeg-dalam-kecelakaan-kereta-api

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com