Ratu Zaleha Pahlawan Wanita dari Kalimantan
Ratu Zaleha. Foto Dokumentasi Yudi Yusmili
Ratu Zaleha adalah satu dari sedikit pejuang wanita di Nusantara yang gagah berani membela tanah airnya dari cengkeraman kuku penjajahan Belanda. Bersama sang suami, Gusti Muhammad Arsyad bin Gusti Muhammad Said, Ratu Zaleha adalah penerus perjuangan Pahlawan Nasional Perang Banjar Pangeran Antasari.
Ratu Zaleha (Gusti Zaleha) dan Gusti Muhammad Arsyad memiliki hubungan kekerabatan sangat dekat. Orangtua Ratu Zaleha: Sultan Muhamad Seman dan orangtua Gusti Muhammad Arsyad: Gusti Muhammad Said adalah anak Pangeran Antasari. Jadi antara Ratu Zaleha dan Gusti Muhammad Arsyad terhitung saudara sepupu sekali.
Pangeran Antasari bersama Pangeran Hidayatullah, Demang Leman, Penghulu Rasyid, Tumenggung Jalil, Tumenggung Surapati, Haji Buyasin dan pejuang-pejuang Banjar lainnya bahu-membahu mengobarkan perang melawan kolonialisme Belanda. Perang permusuhan terhadap Belanda tak berhenti setelah sejumlah tokoh gugur atau diasingkan keluar pulau. Perlawanan dilanjutkan oleh anak keturunannya meski harus menderita kelaparan kekurangan makanan, keluar masuk hutan rimba pedalaman Kalimantan dan setiap waktu diintai maut karena menolak tunduk kepada Belanda.
Salah satu pejuang yang pantang menyerah kepada Belanda adalah Ratu Zaleha. Ratu Zaleha akhirnya berjuang sendirian setelah suaminya Gusti Muhammad Arsyad ditangkap Belanda pada 4 Januari 1904 (kemudian diasingkan ke Bogor) dan ayahnya Sultan Muhammad Seman tewas dalam pertempuran di Bomban Kalang Barat, hulu Beras Kuning, Sungai Menawing, pedalaman Barito, 24 Januari 1905.
Setelah tertangkap dan gugurnya para tokoh pejuang ini, Ratu Zaleha pun menjadi target utama yang paling dicari Belanda. Walau menderita kelelahan fisik dan batin luar biasa karena menjadi buruan Belanda, Ratu Zaleha menolak menyerah. Ia terus melawan. Bahkan, senjata kelewang Ratu Zaleha pernah memotong leher serdadu Belanda dalam suatu pertempuran di Barito.
Anggaraini Antemas dalam artikelnya di Harian Utama edisi 26 September 1970 yang berjudul ‘Mengenang Kembali Perdjuangan Pahlawan Puteri Kalimantan Gusti Zaleha’, menyebutkan dalam suatu medan perang di lembah Barito Ratu Zaleha terkepung pasukan Belanda. Hutan di sekitarnya dibakar oleh pasukan Belanda hingga menjadi lautan api. Di bawah desingan peluru dan kepungan api yang membakar, Gusti Zaleha keluar mempertahankan hidupnya yang terakhir.
“Rambutnya yang cukup panjang dan disanggul rapi telah putus dilanda peluru. Sedang lengannya yang kiri ditembus pula oleh peluru yang lain sehingga badannya bergelimang merah darah. Baju dan celana compang camping, darahnya mengalir membasahi tubuh, namun air matanya tak pernah jatuh setetespun menyesali perbuatannya itu. Wasiat almarhum ayah dan suaminya sebelum masuk perangkap Belanda tetap dipegang teguh,” tulis Anggraini. Untuk sementara Ratu Zaleha dapat meloloskan diri dari kepungan maut peluru dan api yang dahsyat.
Bujukan menyerah dari Belanda tak mampu meluluhkan hati Ratu Zaleha. Perlawanan Ratu Zaleha berakhir di awal tahun 1906. Menurut Gusti Hindun, keponakan Ratu Zaleha yang juga putri Gusti Muhammad Arsyad, pejuang wanita Banjar ini akhirnya tertangkap setelah pelarian seusai aksi bumi hangus Belanda.
Setelah terus diburu tanpa henti oleh tentara Belanda, Ratu Zaleha menyelamatkan diri di sebuah rumah penduduk. Oleh tuan rumah ia ditawari untuk membersihkan badan dan pakaian yang kotor. Usai mandi, tanpa sempat beristirahat ia sudah siap dijemput pasukan tentara Belanda yang telah menunggunya di pekarangan rumah.
“Beliau masuk ke rumah penduduk dan setelah membersihkan badan, di luar halaman rumah sudah penuh tentara Belanda,” kata Gusti Hindun, 85 tahun kepada KabarBanjarmasin.com.
Menurut Anggaraini, peristiwa tertangkapnya Ratu Zaleha itu karena pengkhianatan penduduk. Dari Barito, Ratu Zaleha dibawa ke Banjarmasin dan selanjutnya diasingkan ke Bogor (di kawasan Keramat Empang Bogor) untuk berkumpul dengan suaminya Gusti Muhammad Arsyad.
Ratu Zaleha dan Gusti Muhammad Arsyad kemudian dipulangkan ke Banjarmasin oleh pemerintah Belanda pada tahun 1937. Sempat menikmati suasana Indonesia Merdeka, Ratu Zaleha akhirnya berpulang ke rahmatullah pada 24 September 1953 dalam usia lebih 70 tahun. Sementara Gusti Muhammad Arsyad telah mendahului meninggal dunia pada tahun 1941 dalam usia 73 tahun. Jenazah Ratu Zaleha dimakamkan di Komplek Makam Pahlawan Perang Banjar di Jalan Masjid Jami Banjarmasin. Yudi Yusmili
0 komentar:
Posting Komentar